Islam di Pakistan

artikel daftar Wikimedia


Islam adalah agama terbesar dan diakui sebagai agama resmi negara Republik Islam Pakistan.[4] Pakistan disebut sebagai "pusat global politik Islam".[5]

Muslim Pakistan (المسلمون الباكستانيون)
Jumlah populasi
ca244 juta (97%)[1][2]
Daerah dengan populasi signifikan
Seluruh Pakistan
Bahasa
  • Bahasa nasional
  • Bahasa regional yang diakui
  • Bahasa disucikan
Agama
Islam (mayoritas Sunni dan minoritas signifikan Syiah)

Islam dianut oleh sekitar 97% penduduk Pakistan.[6] Jumlah muslim di Pakistan menduduki posisi pertama terbanyak di dunia.[7] Mayoritas muslim Pakistan adalah kaum Sunni (80%),[8][9][10][11][12] muslim Syiah antara 15-20%,[13][14][15][16][17] dan pengikut Ahmadiyyah (dianggap oleh konstitusi Pakistan sebagai nonmuslim) sebanyak 1% dari jumlah penduduk.[18]

Islam sebelum Pakistan merdeka

sunting

Muhammad bin Qasim, jenderal Umayyah, menaklukkan Sindh pada tahun 711 M.[19][20][21][22][23] Peristiwa penaklukan itu secara resmi diakui oleh Pakistan sebagai tonggak berdirinya Pakistan.[19][24][25] Penyebaran Islam di Pakistan terlihat pada periode Abad Pertengahan Awal (642-1219 M). Dalam periode itu, pendakwah sufi memainkan peran penting untuk menjadikan mayoritas pemeluk Buddha dan Hindu sebagai pemeluk agama Islam.[26] Perkembangan ini menjadi tahap dari berkuasanya beberapa kerajaan muslim di wilayah tersebut, termasuk Kekaisaran Ghaznawiyah (975–1187 M), Kerajaan Ghorid, dan Kesultanan Delhi (1206–1526 M). Dinasti Lodi, garis keturunan terakhir Kesultanan Delhi, digantikan oleh Kesultanan Mughal (1526–1857 M).

Islam setelah Pakistan merdeka

sunting

Keadaan alamiah

sunting

Pemimpin Liga Muslim, yaitu ulama (pemuka agama Islam) dan Muhammad Ali Jinnah, telah menyatukan visi mereka tentang Pakistan dalam bentuk negara Islam.[27] Jinnah telah mengembangkan hubungan yang dekat dengan para ulama.[28] Ketika ia meninggal, cendekiawan Islam Maulana Shabbir Ahmad Usmani menggambarkan Jinnah sebagai muslim terbesar setelah Aurangzeb, Kaisar Mughal, dan juga membandingkan kematian Jinnah dengan wafatnya Nabi Muhammad.[28] Usmani meminta bangsa Pakistan untuk mengingat pesan Jinnah tentang Persatuan, Iman, dan Disiplin, serta bekerja untuk memenuhi mimpi sang pendiri Pakistan itu:

membuat blok yang solid antara semua negara muslim dari Karachi hingga Ankara, dari Pakistan sampai Maroko. Ia [Jinnah] ingin melihat umat Islam di dunia bersatu di bawah bendera Islam sebagai pengujian efektif terhadap rencana-rencana agresif musuh-musuh mereka.[28]

Pada Maret 1949, diambil langkah formal pertama untuk mengubah Pakistan menjadi negara berideologi Islam. Liaquat Ali Khan, Perdana Menteri Pakistan yang pertama, memperkenalkan Resolusi Objektif pada Majelis Konstituante.[29] Resolusi Objektif menyatakan bahwa kedaulatan atas seluruh alam semesta adalah milik Allah Sang Mahakuasa.[30] Chaudhry Khaliquzzaman, presiden Liga Muslim, mengumumkan bahwa Pakistan akan menyatukan semua negara Muslim dalam Islamistan, suatu entitas pan-Islam.[31] Ia percaya bahwa Pakistan hanyalah negara muslim dan belum menjadi negara Islam, tapi Pakistan pasti dapat menjadi negara Islam setelah membawa semua penganut Islam dalam satu kesatuan politik.[32] Keith Callard, salah seorang cendekiawan politik Pakistan pertama, mengamati bahwa orang Pakistan percaya pada kesatuan esensial tujuan dan pandangan dalam dunia Muslim:

Pakistan didirikan untuk memajukan perjuangan muslim. Muslim lainnya mungkin diharapkan untuk bersimpati, bahkan antusias. Namun, ini dapat berhasil apabila negara-negara muslim lainnya memiliki pandangan yang sama tentang hubungan antara agama dan kebangsaan.[31]

Namun, pada saat itu sentimen pan-Islam Pakistan tidak dimiliki oleh pemerintah Islam lain. Nasionalisme di bagian lain dunia muslim masih berdasarkan pada etnis, bahasa, dan budaya.[31] Meskipun pemerintah-pemerintah Islam tidak simpatik dengan aspirasi pan-Islam Pakistan, para tokoh Islam dari seluruh dunia tertarik pada Pakistan. Figur-figur, seperti Mufti Besar Palestina, Al-Haj Amin Husseini, dan para pemimpin gerakan politik Islam, seperti Ikhwanul Muslimin, sering berkunjung ke negara itu.[33] Setelah kekuasaan diambil alih oleh Jenderal Zia-ul-Haq melalui kudeta militer, Hizbut Tahrir (kelompok Islam yang menyerukan pembentukan kekhalifahan) memperluas jaringan organisasi dan aktivitasnya di Pakistan. Taqiyyuddin An Nabhani, pendiri Hizbut Tahrir, secara teratur mempertahankan hubungan dekatnya dengan Abul A'la Maududi, pendiri Jamaat-e-Islami (JI), dan mendesak Dr. Israr Ahmed untuk melanjutkan usahanya di Pakistan membentuk kekhalifahan global.[34]

Pada tahun 1969 ilmuwan sosial Nasim Ahmad Jawed melakukan survei di Pakistan sebelum negara itu terpecah, untuk mengetahui jenis identitas nasional orang-orang profesional berpendidikan. Hasil survei menunjukkan bahwa di Pakistan Timur (sekarang Bangladesh) 60% dari mereka mengaku memiliki identitas nasional sekuler. Tetapi, 60% orang di Pakistan Barat (Pakistan saat ini) mengaku memiliki identitas Islam dan bukan sekuler. Lebih jauh, mereka yang di Pakistan Timur mendefinisikan identitas mereka dalam hal etnisitas dan bukan Islam. Sebaliknya, di Pakistan Barat Islam dinyatakan lebih penting daripada etnis.[35]

Setelah pemilihan umum pertama di Pakistan, parlemen terpilih menyusun Konstitusi 1973.[36] Konstitusi itu mendeklarasikan Pakistan sebagai Republik Islam dan Islam sebagai agama negara. Dinyatakan pula bahwa semua hukum harus sesuai dengan perintah Islam sebagaimana tercantum dalam Al-Quran dan Sunnah dan hukum yang bertentangan dengan Islam tidak dapat diberlakukan.[37] Konstitusi Pakistan juga membentuk lembaga-lembaga untuk menyalurkan interpretasi dan penerapan Islam, seperti Pengadilan Syariat dan Dewan Ideologi Islam.[38]

Islamisasi Zia-ul-Haq

sunting

Jenderal Zia-ul-Haq memimpin suatu kudeta pada 5 Juli 1977.[39] Satu atau dua tahun sebelum kudeta itu, Perdana Menteri sayap kiri, Zulfikar Ali Bhutto, telah menghadapi oposisi yang kuat yang dipersatukan di bawah panji revivalis Nizam-e-Mustafa[40] ("Aturan Nabi"). Menurut para pendukung gerakan itu, mendirikan negara Islam berdasarkan hukum syariat berarti kembalinya keadilan dan kejayaan masa-masa awal Islam ketika Nabi Muhammad memimpin kaum Muslim.[41] Dalam upaya membendung gelombang Islamisasi jalanan, Bhutto ikut menyerukan Islamisasi dan melarang konsumsi dan penjualan minuman anggur oleh muslim, klub malam, dan balap kuda.[41][42]

"Islamisasi" adalah kebijakan "primer"[43] atau "utama"[44] dari pemerintahan Zia-ul-Haq. Ia sendiri berkomitmen untuk mendirikan negara Islam dan menegakkan hukum syariat.[41] Ia memisahkan pengadilan yudisial[38] dan majelis hakimnya[45][46] yang syariat untuk memutuskan kasus-kasus hukum menggunakan doktrin Islam.[47] Pelanggaran pidana (perzinahan, percabulan, dan berbagai jenis penistaan) dan hukuman (cambuk, amputasi, dan rajam sampai mati) yang baru ditambahkan dalam undang-undang Pakistan. Pembayaran bunga di bank diganti dengan pembayaran "untung dan rugi (bagi hasil)". Zakat menjadi pajak tahunan bertarif 2,5%. Buku-buku pelajaran dan perpustakaan-perpustakaan sekolah dirombak untuk menghapus materi yang tidak Islami.[48] Kantor, sekolah, dan pabrik diharuskan menyediakan ruang salat.[49] Zia mendukung pengaruh para ulama (pemuka agama Islam) dan partai-partai Islam.[47] Sepuluh ribu aktivis dari partai Jamaat-e-Islami diangkat menduduki jabatan-jabatan pemerintahan untuk memastikan kelanjutan agendanya setelah ia meninggal.[41][47][50][51] Ulama konservatif (cendekiawan Islam) dimasukkan dalam Dewan Ideologi Islam.[45] Para pemilih pemeluk agama Hindu dan Kristen dipisahkan pada tahun 1985, meskipun para pemimpin Kristen dan Hindu mengeluh bahwa mereka merasa dikeluarkan dari proses politik di daerah itu.[52]

Islamisasi yang didukung pemerintahan Zia meningkatkan perpecahan sektarian di Pakistan antara kaum Sunni dan Syiah dan antara Deobandi dan Barelwi.[53] Mayoritas Barelwi yang solid mendukung pembentukan Pakistan,[54] Ulama Barelwi juga mengeluarkan fatwa untuk mendukung Gerakan Pakistan dalam pemilihan umum tahun 1946,[55][56] tapi ironisnya politik negara Islam di Pakistan kebanyakan mendukung institusi Deobandi (dan kemudian Ahli Hadis/Salafi).[57] Ini menunjukkan fakta bahwa meskipun hanya sedikit (tapi berpengaruh) ulama Deobandi yang mendukung Gerakan Pakistan, Zia-ul-Haq telah menjalin aliansi yang kuat antara militer dan institusi Deobandi.[57]

Motivasi program Islamisasi yang dilakukan oleh Zia kemungkinan adalah kesalehan pribadi Zia (banyak sumber sependapat bahwa ia berasal dari keluarga yang religius),[58] keinginannya untuk memperoleh sekutu politik, untuk "memenuhi raison d'etre Pakistan" sebagai negara Islam, dan/atau kebutuhan politik untuk melegitimasi yang dilihat oleh beberapa orang Pakistan sebagai "rezim darurat militer yang tidak representatif dan represif".[59]

Sebelum pemerintahan Jenderal Zia-ul-Haq, "para aktivis Islam" merasa frustrasi dengan kurangnya "gigi" penegakan hukum Islam dalam konstitusi Pakistan. Sebagai contoh, dalam konstitusi 1956, negara tidak menegakkan "standar moral Islam" tetapi "berusaha" untuk menjadikannya wajib dan "mencegah" prostitusi, perjudian, konsumsi minuman beralkohol, dll. Bunga (riba) harus dihapuskan "sesegera mungkin".[60][61]

Menurut Shajeel Zaidi, saat Zia meninggal, sejuta orang menghadiri pemakamannya karena Zia telah memberikan yang mereka inginkan: lebih beragama. Jajak pendapat Pusat Riset Pew menunjukkan bahwa 84% orang Pakistan lebih suka menjadikan Syariat sebagai hukum resmi negara itu.[62] Laporan Pew tahun 2013 menyebutkan bahwa mayoritas Muslim Pakistan juga mendukung hukuman mati bagi mereka yang meninggalkan Islam (62%). Sebaliknya, dukungan untuk hukuman mati bagi yang meninggalkan Islam hanya 36% di Bangladesh, sesama negara Islam Asia Selatan.[63] Jajak pendapat tahun 2010 juga oleh Pew menunjukkan bahwa 87% orang Pakistan menganggap diri mereka 'muslim' lebih utama daripada kebangsaan mereka. Ini adalah angka tertinggi di antara semua populasi muslim yang disurvei, di Yordania hanya 67%, 59% di Mesir, 51% di Turki, 36% di Indonesia, dan 71% di Nigeria.[64]

"Aktivis-aktivis Islam", seperti para ulama dan Jamaat-e-Islami (partai Islam), mendukung ekspansi "hukum dan praktik Islam". "Modernis Islam" tidak menentang ekspansi ini dan "beberapa bahkan menyarankan pembangunan sejalan dengan garis sekuler Barat."[65]

Cara hidup Islami

sunting

Masjid adalah institusi keagamaan dan sosial yang penting di Pakistan.[66][67] Banyak ritual dan upacara dirayakan menurut kalender Islam.

Aliran Islam di Pakistan

sunting
 
Pertumbuhan jumlah madrasah agama di Pakistan dari tahun 1988 hingga 2002[68]
 
Tempat suci Data Durbar dari Ahli Sufi Ali Hujweiri di Lahore..

Menurut World Factbook, suatu publikasi tahunan dari CIA, dan Pusat Studi Islam Oxford, 95-97% dari total populasi Pakistan adalah muslim.[6]

Mayoritas muslim Pakistan adalah pengikut Sunni Mazhab Hanafi. Diestimasikan populasi Sunni di Pakistan berkisar antara 75-80%.[8][9][10][11][12]

Pengikut Syiah diperkirakan sebanyak 5-20% dari penduduk Pakistan.[9][69][16][17] Seperti India, Pakistan disebutkan memiliki setidaknya 5-15% warga Syiah.[17][70][71]

Pendukung Syiah menuduh pemerintah Pakistan telah melakukan diskriminasi sejak tahun 1948, dengan menyebutkan bahwa kaum Sunni diberikan kelebihan dalam bisnis, posisi pemerintahan, dan administrasi peradilan.[72] Di bawah kepemimpinan Zia-ul-Haq, serangan terhadap Syiah meningkat[72] dengan pecahnya kerusuhan sektarian besar pertama di Pakistan pada tahun 1983 di Karachi, kemudian menyebar ke Lahore dan Balochistan.[73] Kekerasan sektarian menjadi berulang setiap bulan Muharram.[73] Dalam satu insiden terkenal, Pembantaian Gilgit 1988, pasukan bersenjata Sunni yang dipimpin Usamah bin Ladin, yang dimasukkan secara resmi oleh Angkatan Darat Pakistan untuk memadamkan pemberontakan Syiah di Gilgit, menyerang, membantai, dan memperkosa warga sipil Syiah di daerah itu.[74][75][76][77][78]

Sufisme

sunting
 
Makam Syed Abdul Rahim Shah Bukhari dibangun oleh Kaisar Mughal Aurangzeb

Sufisme adalah istilah yang luas dan banyak tarekat sufi ada di Pakistan, tempat filosofi memiliki tradisi yang kuat. Secara historis, para pembawa aliran sufi telah memainkan peran penting dalam mengubah keyakinan penduduk asli Punjab dan Sindh menjadi Islam.[79] Qodiriyah, [[[Naqsyabandiyah]], Khishtiyah, dan Suhrawardiyah adalah beberapa tarekat sufi terkenal di Pakistan. Mereka memiliki sejumlah besar pengikut di Pakistan. Para pengikut tarekat sufi itu masuk melakukan tradisi berziarah ke dorgah sampai sekarang. Tempat-tempat suci sufi yang mendapat banyak perhatian adalah Data Ganj Baksh (Ali Hajweri) di Lahore (sekitar abad ke-11), Sultan Bahu di Jhang, Bahauddin Zakaria di Multan, Shahbaz Qalander di Sehwan (abad ke-12), Shah Abdul Latif Bhitai di Bhit, Sindh, dan Rehman Baba di Khyber Pakhtunkhwa. Urs (peringatan kematian) orang-orang suci sufi merupakan acara terbesar berkumpulnya para pengikut di tempat-tempat suci mereka yang diadakan setiap tahun.

Kebiasaan para pengikut Sufi adalah berkumpul pada Kamis malam di tempat-tempat suci dan mengadakan festival tahunan yang menampilkan musik dan tarian Sufi. Meskipun demikian, tarekat-tarekat tertentu, seperti Tarekat Qodiriyah, tidak melakukan tradisi seperti itu. Mereka hanya mendatangi tempat-tempat suci untuk berdoa atau membaca manqabat. Selain itu, menurut fundamentalis Islam kontemporer, tradisi bernyanyi, menari, dan musik tidak secara akurat mencerminkan ajaran dan praktik Nabi Muhammad dan para sahabatnya. Pada tahun 2010, lima serangan teroris diarahkan ke tempat suci dan festival Sufi dan menewaskan 64 orang.[80][81][82]

Quranisme

sunting

Aliran Islam yang menolak hadis dikenal sebagai Quranisme, Quraniyun, atau Ahli Quran, juga ada di Pakistan.[83]

Nondenominasi

sunting

Sekitar dua belas persen Muslim Pakistan menggambarkan diri mereka sendiri atau memiliki keyakinan sebagai muslim non-denominasi. Para muslim ini memiliki keyakinan sama dengan mayoritas Muslim dan perbedaan dalam ibadah mereka biasanya ditiadakan atau diabaikan. Meskipun demikian, dalam sensus yang meminta klarifikasi tentang aliran Islam paling dekat, mereka biasanya menjawab "hanya seorang Muslim".[84]

Ahmadiyyah

sunting

Kelompok minoritas Ahmadiyyah juga ada di Pakistan. Tahun 1974, pemerintah Pakistan mengamandemen Konstitusi untuk mendefinisikan seorang muslim "sebagai seseorang yang yakin bahwa Muhammad adalah nabi terakhir", sehingga secara teknis pengikut Ahmadiyyah dinyatakan nonmuslim.[85] Pengikut Ahmadiyyah percaya pada Nabi Muhammad sebagai nabi terbaik dan pembawa Islam terakhir, serta Mirza Ghulam Ahmad sebagai penyelamat umat Islam. Akibatnya, mereka dinyatakan sebagai nonmuslim oleh parlemen. Ada sekitar 2 juta pengikut Ahmadiyyah di Pakistan atau sekitar 1% dari jumlah penduduk.[18]

Bacaan lanjutan

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "Pakistan's population attains new mark amid economic slump". 23 May 2023. 
  2. ^ "POPULATION BY RELIGION" (PDF). Pakistan Bureau of Statistics (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 15-01-2019. 
  3. ^ Al-Jallad, Ahmad (2011). "Polygenesis in the Arabic Dialects". Encyclopedia of Arabic Language and Linguistics (dalam bahasa Inggris). doi:10.1163/1570-6699_eall_EALL_SIM_000030. ISBN 9789004177024. 
  4. ^ "Population: 207,774,520 (July 2017)". The World Factbook (dalam bahasa Inggris). Central Intelligence Agency. 2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-12-26. Diakses tanggal 26-05-2012. 
  5. ^ Ḥaqqānī, Husain (2005). Pakistan: between mosque and military (dalam bahasa Inggris). Washington: Carnegie Endowment for International Peace. hlm. 131. ISBN 0-87003-214-3. Diakses tanggal 23-05-2010. Zia ul-Haq is often identified as the person most responsible for turning Pakistan into a global center for political Islam. ... 
  6. ^ a b "Pakistan, Islam in". Oxford Centre for Islamic Studies (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. Diakses tanggal 29-08-2010. Approximately 97 percent of Pakistanis are Muslim. The majority are Sunnis following the Hanafi school of Islamic law. Between 10–15 percent are Shiis, mostly Twelvers. 
  7. ^ lihat: Islam menurut negara
  8. ^ a b "Country Profile: Pakistan" (PDF). Library of Congress Country Studies on Pakistan (dalam bahasa Inggris). Library of Congress. Februari 2005. Diakses tanggal 01-09-2010. Religion: The overwhelming majority of the population (96.3 percent) is Muslim, of whom approximately 95 percent are Sunni and 5 percent Shia. 
  9. ^ a b c "Religions: Muslim 95% (Sunni 75%, Shia 20%), other". Pakistan (includes Christian and Hindu) 5%. The World Factbook. CIA. 2010. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-12-26. Diakses tanggal 28-08-2010. 
  10. ^ a b "Mapping the Global Muslim Population: A Report on the Size and Distribution of the World's Muslim Population". Pew Research Center. 07-10-2009. Diakses tanggal 28-08-2010. 
  11. ^ a b Miller, Tracy, ed. (Oktober 2009). Mapping the Global Muslim Population: A Report on the Size and Distribution of the World's Muslim Population (PDF) (dalam bahasa Inggris). Pew Research Center. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 10-10-2009. Diakses tanggal 28-08-2010. 
  12. ^ a b "Pakistan - International Religious Freedom Report 2008". United States Department of State (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 28-08-2010. 
  13. ^ "Country Profile: Pakistan" (PDF). Library of Congress Country Studies on Pakistan. Library of Congress. Februari 2005. Diakses tanggal 01-09-2010. Religion: The overwhelming majority of the population (96.3 percent) is Muslim, of whom approximately 95 percent are Sunni and 5 percent Shia. 
  14. ^ "Religions: Muslim 95% (Sunni 75%, Shia 20%), other". Pakistan (includes Christian and Hindu) 5%. The World Factbook. CIA. 2010. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-12-26. Diakses tanggal 28-08-2010. 
  15. ^ "Country Profile: Pakistan" (PDF). Library of Congress Country Studies on Pakistan. Library of Congress. Februari 2005. Diakses tanggal 01-09-2010. Religion: The overwhelming majority of the population (96.3 percent) is Muslim, of whom approximately 95 percent are Sunni and 5 percent Shia. 
  16. ^ a b "The World's Muslims: Unity and Diversity". Pew Research Center. 9 August 2012. Diakses tanggal 26 December 2016. On the other hand, in Pakistan, where 6% of the survey respondents identify as Shia, Sunni attitudes are more mixed: 50% say Shias are Muslims, while 41% say they are not. 
  17. ^ a b c "Field Listing : Religions". The World Factbook. Central Intelligence Agency. 2010. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-12-26. Diakses tanggal 24 August 2010. 
  18. ^ a b Sensus Pakistan tahun 1998 menyatakan bahwa ada 291.000 (0,22%) orang pengikut Ahmadiyyah di Pakistan. Tetapi, Komunitas Muslim Ahmadiyyah telah memboikot sensus sejak tahun 1974, sehingga angka resmi tersebut menjadi tidak akurat. Kelompok-kelompok independent memperkirakan populasi pengikut Ahmadiyyah Pakistan berkisar antara dua hingga tiga juta orang. Angka dua juta paling sering dikutip dan sekitar 1% dari jumlah penduduk Pakistan. Lihat:
  19. ^ a b "History in Chronological Order" (dalam bahasa Inggris). Ministry of Information and Broadcasting, Government of Pakistan. Diarsipkan dari versi asli tanggal 23-07-2010. Diakses tanggal 15-01-2010. 
  20. ^ Paracha, Nadeem F. (22-06-2015). "Why some in Pakistan want to replace Jinnah as the founder of the country with an 8th-century Arab". Scroll.in (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 05-11-2019. 
  21. ^ "Figuring Qasim: How Pakistan was won" (dalam bahasa Inggris). Dawn. 19-07-2012. Diakses tanggal 19-02-2015. 
  22. ^ "The first Pakistani?" (dalam bahasa Inggris). Dawn. 12-04-2015. Diakses tanggal 19-02-2015. 
  23. ^ "Muhammad Bin Qasim: Predator or preacher?" (dalam bahasa Inggris). Dawn. 08-04-2014. Diakses tanggal 19-02-2015. 
  24. ^ Rubina Saigol (2014). "What is the most blatant lie taught through Pakistan textbooks?" (dalam bahasa Inggris). Herald. Diakses tanggal 14-08-2014. 
  25. ^ Shazia Rafi (2015). "A case for Gandhara" (dalam bahasa Inggris). Dawn. Diakses tanggal 19-02-2015. 
  26. ^ Ira Marvin Lapidus (2002). A history of Islamic societies (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. hlm. 382–384. ISBN 978-0-521-77933-3. 
  27. ^ Dhulipala, Venkat (2015). Creating a New Medina: State Power, Islam, and the Quest for Pakistan in Late Colonial North India (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. hlm. 497. ISBN 9781316258385. As the book has demonstrated, local ML functionaries, (U.P.) ML leadership, Muslim modernists at Aligarh, the ulama and even Jinnah at times articulated their vision of Pakistan in terms of an Islamic state. 
  28. ^ a b c Dhulipala, Venkat (2015). Creating a New Medina: State Power, Islam, and the Quest for Pakistan in Late Colonial North India (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. hlm. 489. ISBN 9781316258385. But what is undeniable is the close association he developed with the ulama, for when he died a little over a year after Pakistan was born, Maulana Shabbir Ahmad Usmani, in his funeral oration, described Jinnah as the greatest Muslim after the Mughal Emperor Aurangzeb. 
  29. ^ Haqqani, Hussain (2010). Pakistan: Between Mosque and Military (dalam bahasa Inggris). Carnegie Endowment. hlm. 16. ISBN 9780870032851. 
  30. ^ Hussain, Rizwan. Pakistan. The Oxford Encyclopedia of the Islamic World (dalam bahasa Inggris). The first important result of the combined efforts of the Jamāʿat-i Islāmī and the ʿulamāʿ was the passage of the Objectives Resolution in March 1949, whose formulation reflected compromise between traditionalists and modernists. The resolution embodied “the main principles on which the constitution of Pakistan is to be based.” It declared that “sovereignty over the entire universe belongs to God Almighty alone and the authority which He has delegated to the State of Pakistan through its people for being exercised within the limits prescribed by Him is a sacred trust,” that “the principles of democracy, freedom, equality, tolerance and social justice, as enunciated by Islam shall be fully observed,” and that “the Muslims shall be enabled to order their lives in the individual and collective spheres in accord with the teaching and requirements of Islam as set out in the Holy Qurʿan and Sunna.” The Objectives Resolution has been reproduced as a preamble to the constitutions of 1956, 1962, and 1973. 
  31. ^ a b c Haqqani, Husssain (2010). Pakistan: Between Mosque and Military (dalam bahasa Inggris). Carnegie Endowment. hlm. 18. ISBN 9780870032851. 
  32. ^ Dhulipala, Venkat (2015). Creating a New Medina: State Power, Islam, and the Quest for Pakistan in Late Colonial North India (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. hlm. 491. ISBN 9781316258385. 
  33. ^ Haqqqani, Hussain (2010). Pakistan: Between Mosque and Military (dalam bahasa Inggris). Carnegie Endowment. hlm. 19. ISBN 9780870032851. 
  34. ^ Khan, Sher Ali (12-02-2016). "Global connections: The crackdown on Hizbut Tahrir intensifies". Herald (dalam bahasa Inggris). 
  35. ^ Cochrane, Iain (2009). The Causes of the Bangladesh War (dalam bahasa Inggris). ISBN 9781445240435. The social scientist, Nasim Ahmad Jawed has conducted a survey of nationalism in pre-divided Pakistan and identifies the links between religion, politics and nationalism in both wings of Pakistan. His findings are fascinating and go some way to explain the differing attitudes of West and East Pakistan to the relationship between Islam and Pakistani nationalism and how this affected the views of people in both wings, especially the views of the peoples of both wings towards each other. In 1969, Jawed conducted a survey on the type of national identity that was used by educated professional people. He found that just over 60% in the East wing professed to have a secular national identity. However, in the West wing, the same figure professed an Islamic and not a secular identity. Furthermore, the same figure in the East wing described their identity in terms of their ethnicity and not in terms of Islam. He found that the opposite was the case in the West wing where Islam was stated to be more important than ethnicity. 
  36. ^ Diamantides, Marinos; Gearey, Adam (2011). Islam, Law and Identity (dalam bahasa Inggris). Routledge. hlm. 196. ISBN 9781136675652. 
  37. ^ Iqbal, Khurshid (2009). The Right to Development in International Law: The Case of Pakistan (dalam bahasa Inggris). Routledge. hlm. 189. ISBN 9781134019991. 
  38. ^ a b Diamantides, Marinos; Gearey, Adam (2011). Islam, Law and Identity (dalam bahasa Inggris). Routledge. hlm. 198. ISBN 9781136675652. 
  39. ^ Grote, Rainer (2012). Constitutionalism in Islamic Countries: Between Upheaval and Continuity (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. hlm. 196. ISBN 9780199910168. 
  40. ^ Nasr, Seyyed Vali Reza Nasr (1996). Mawdudi and the Making of Islamic Revivalism (dalam bahasa Inggris). New York, Oxford: Oxford University Press. hlm. 45–6. ISBN 0195096959. 
  41. ^ a b c d Kepel, Gilles (2002). Jihad: The Trail of Political Islam (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-2006). I.B.Tauris. hlm. 100–101. Diakses tanggal 05-11-2019. 
  42. ^ Michael Heng Siam-Heng, Ten Chin Liew (2010). State and Secularism: Perspectives from Asia§General Zia-ul-Haq and Patronage of Islamism (dalam bahasa Inggris). Singapura: World Scientific. hlm. 360. ISBN 9789814282383. 
  43. ^ Haqqani, Hussain (2005). Pakistan:Between Mosque and Military; §From Islamic Republic to Islamic State (dalam bahasa Inggris). Amerika Serikat: Carnegie Endowment for International Peace (July 2005). hlm. 395 pages. ISBN 978-0-87003-214-1. 
  44. ^ Jones, Owen Bennett (2002). Pakistan: eye of the storm (dalam bahasa Inggris). New Haven and London: Yale University Press. hlm. 16–17. ... Zia made Islam the centrepiece of his administration. 
  45. ^ a b Double Jeopardy: Police Abuse of Women in Pakistan (dalam bahasa Inggris). Human Rights Watch. 1992. hlm. 19. Diakses tanggal 03-12-2014. 
  46. ^ Haqqani, Hussain (2005). Pakistan: between mosque and military (dalam bahasa Inggris). Washington D.C.: United Book Press. hlm. 400. ISBN 9780870032851. 
  47. ^ a b c Wynbrandt, James (2009). A Brief History of Pakistan. Facts on File. hlm. 216–7. ISBN 9780816061846. 
  48. ^ Jones, Owen Bennett (2002). Pakistan: eye of the storm (dalam bahasa Inggris). New Haven and London: Yale University Press. hlm. 16–17. 
  49. ^ Paracha, Nadeem F. (03-09-2009). "Pious follies". Dawn.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 20-12-2014. 
  50. ^ Jones, Owen Bennett (2002). Pakistan: eye of the storm (dalam bahasa Inggris). New Haven and London: Yale University Press. hlm. 16–7. ... Zia rewarded the only political party to offer him consistent support, Jamaat-e-Islami. Tens of thousands of Jamaat activists and sympathisers were given jobs in the judiciary, the civil service and other state institutions. These appointments meant Zia's Islamic agenda lived on long after he died. 
  51. ^ Nasr, Vali (2004). "Islamization, the State and Development". Dalam Hathaway, Rober t; Lee, Wilson. ISLAMIZATION AND THE PAKISTANI ECONOMY (PDF) (dalam bahasa Inggris). Woodrow Wilson International Center or Scholars. hlm. 95. Diakses tanggal 30-01-2015. General Zia became the patron of Islamization in Pakistan and for the first time in the country’s history, opened the bureaucracy, the military, and various state institutions to Islamic parties 
  52. ^ Jones, Owen Bennett (2002). Pakistan: Eye of the Storm (dalam bahasa Inggris). Yale University Press. hlm. 31. ISBN 0300101473. Diakses tanggal 09-12-2014. 
  53. ^ Talbot, Ian (1998). Pakistan, a Modern History (dalam bahasa Inggris). NY: St.Martin's Press. hlm. 251. The state sponsored process of Islamisation dramatically increased sectarian divisions not only between Sunnis and Shia over the issue of the 1979 Zakat Ordinance, but also between Deobandis and Barelvis. 
  54. ^ Long, Roger D.; Singh, Gurharpal; Samad, Yunas; Talbot, Ian (2015). State and Nation-Building in Pakistan: Beyond Islam and Security (dalam bahasa Inggris). Routledge. hlm. 167. ISBN 9781317448204. In the 1940s a solid majority of the Barelvis were supporters of the Pakistan Movement and played a supporting role in its final phase (1940-7), mostly under the banner of the All-India Sunni Conference which had been founded in 1925. 
  55. ^ Cesari, Jocelyne (2014). The Awakening of Muslim Democracy: Religion, Modernity, and the State (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. hlm. 135. ISBN 9781107513297. For example, the Barelvi ulama supported the formation of the state of Pakistan and thought that any alliance with Hindus (such as that between the Indian National Congress and the Jamiat ulama-I-Hind [JUH]) was counterproductive. 
  56. ^ John, Wilson (2009). Pakistan: The Struggle Within (dalam bahasa Inggris). Pearson Education India. hlm. 87. ISBN 9788131725047. During the 1946 election, Barelvi Ulama issued fatwas in favour of the Muslim League. 
  57. ^ a b Syed, Jawad; Pio, Edwina; Kamran, Tahir; Zaidi, Abbas (2016). Faith-Based Violence and Deobandi Militancy in Pakistan (dalam bahasa Inggris). Springer. hlm. 379. ISBN 9781349949663. Ironically, Islamic state politics in Pakistan was mostly in favour of Deobandi, and more recently Ahl-e Hadith/Salafi, institutions. Only a few Deobandi clerics decided to support the Pakistan Movement, but they were highly influential. 
  58. ^ Haqqani, Hussain (2010). Pakistan: Between Mosque and Military (dalam bahasa Inggris). Carnegie Endowment. hlm. 132. ISBN 9780870032851. 
  59. ^ Talbot, Ian (1998). Pakistan, a Modern History (dalam bahasa Inggris). NY: St.Martin's Press. hlm. 286. 
  60. ^ mengutip Pasal 25, 28, 29, dan 198 dari Konstitusi Pakistan 1956
  61. ^ Kennedy, Charles (1996). Islamization of Laws and Economy, Case Studies on Pakistan (dalam bahasa Inggris). Institute of Policy Studies, The Islamic Foundation. hlm. 84–85. 
  62. ^ "Chapter 1: Beliefs About Sharia". Pew Research Center's Religion & Public Life Project (dalam bahasa Inggris). 30-04-2013. Diakses tanggal 04-12-2016. 
  63. ^ "Majorities of Muslims in Egypt and Pakistan support the death penalty for leaving Islam". Washington Post (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 04-12-2016. 
  64. ^ "What Do You Consider Yourself First?". Pew Research Center's Global Attitudes Project (dalam bahasa Inggris). 31-03-2010. Diakses tanggal 04-12-2016. 
  65. ^ Kennedy, Charles (1996). Islamization of Laws and Economy, Case Studies on Pakistan (dalam bahasa Inggris). Institute of Policy Studies, The Islamic Foundation. hlm. 83. 
  66. ^ Malik, Jamal (2008). Islam in South Asia: A Short History (dalam bahasa Inggris). Leiden dan Boston: Brill. ISBN 9789004168596. 
  67. ^ Mughal, Muhammad A. Z. (14-09-2015). "An anthropological perspective on the mosque in Pakistan". Asian Anthropology (dalam bahasa Inggris). 14 (2): 166–181. doi:10.1080/1683478X.2015.1055543. 
  68. ^ Rahman, Tariq (2008). "Madrasas: the potential for violence in Pakistan". Dalam Malik, Jamal. Madrasas in South Asia: Teaching Terror?. Routledge Contemporary South Asia Series (dalam bahasa Inggris). London dan New York: Routledge. hlm. 64. ISBN 9781134107636. 
  69. ^ "Country Profile: Pakistan" (PDF). Library of Congress Country Studies on Pakistan (dalam bahasa Inggris). Library of Congress. Februari 2005. Diakses tanggal 01-09-2010. Religion: The overwhelming majority of the population (96.3 percent) is Muslim, of whom approximately 80 percent are Sunni and 15-20 percent Shia. 
  70. ^ Tracy Miller, ed. (Oktober 2009). "Mapping the Global Muslim Population: A Report on the Size and Distribution of the World's Muslim Population" (dalam bahasa Inggris). Pew Research Center. Diarsipkan dari versi asli tanggal 27-03-2010. Diakses tanggal 09-06-2010. 
  71. ^ Nasr, Vali (2007). The Shia revival: how conflicts within Islam will shape the future (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-Paperback). New York: W.W. Norton. ISBN 0393329682. 
  72. ^ a b Jones, Brian H. (2010). Around Rakaposhi (dalam bahasa Inggris). Brian H. Jones. ISBN 9780980810721. Many Shias in the region feel that they have been discriminated against since 1948. They claim that the Pakistani government continually gives preferences to Sunnis in business, in official positions, and in the administration of justice...The situation deteriorated sharply during the 1980s under the presidency of the tyrannical Zia-ul Haq when there were many attacks on the Shia population. 
  73. ^ a b Broder, Jonathan (10-11-1987). "Sectarian Strife Threatens Pakistan`s Fragile Society". Chicago Tribune (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 31-12-2016. Pakistan`s first major Shiite-Sunni riots erupted in 1983 in Karachi during the Shiite holiday of Muharram; at least 60 people were killed. More Muharram disturbances followed over the next three years, spreading to Lahore and the Baluchistan region and leaving hundreds more dead. Last July, Sunnis and Shiites, many of them armed with locally made automatic weapons, clashed in the northwestern town of Parachinar, where at least 200 died. 
  74. ^ Jones, Brian H. (2010). Around Rakaposhi (dalam bahasa Inggris). Brian H. Jones. ISBN 9780980810721. Many Shias in the region feel that they have been discriminated against since 1948. They claim that the Pakistani government continually gives preferences to Sunnis in business, in official positions, and in the administration of justice...The situation deteriorated sharply during the 1980s under the presidency of the tyrannical Zia-ul Haq when there were many attacks on the Shia population. In one of the most notorious incidents, during May 1988 Sunni assailants destroyed Shia villages, forcing thousands of people to flee to Gilgit for refuge. Shia mosques were razed and about 100 people were killed 
  75. ^ Raman, B (26-02-2003). "The Karachi Attack: The Kashmir Link". Rediiff News (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 31-12-2016. A revolt by the Shias of Gilgit was ruthlessly suppressed by the Zia-ul Haq regime in 1988, killing hundreds of Shias. An armed group of tribals from Afghanistan and the North-West Frontier Province, led by Osama bin Laden, was inducted by the Pakistan Army into Gilgit and adjoining areas to suppress the revolt. 
  76. ^ Taimur, Shamil (12-10-2016). "This Muharram, Gilgit gives peace a chance". Herald (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-07-04. Diakses tanggal 31-12-2016. This led to violent clashes between the two sects. In 1988, after a brief calm of nearly four days, the military regime allegedly used certain militants along with local Sunnis to ‘teach a lesson’ to Shias, which led to hundreds of Shias and Sunnis being killed. 
  77. ^ International Organizations and The Rise of ISIL: Global Responses to Human Security Threats (dalam bahasa Inggris). Routledge. 2016. hlm. 37–38. ISBN 9781315536088. Several hundred Shiite civilians in Gilgit, Pakistan, were massacred in 1988 by Osama Bin Laden and his Taliban fighters (Raman, 2004). 
  78. ^ Murphy, Eamon (2013). The Making of Terrorism in Pakistan: Historical and Social Roots of Extremism (dalam bahasa Inggris). Routledge. hlm. 134. ISBN 9780415565264. Shias in the district of Gilgit were assaulted, killed and raped by an invading Sunni lashkar-armed militia-comprising thousands of jihadis from the North West Frontier Province. 
  79. ^ Taj Hashmi (26-06-2014). Global Jihad and America: The Hundred-Year War Beyond Iraq and Afghanistan (dalam bahasa Inggris). SAGE Publishing India. hlm. 45. ISBN 978-93-5150-426-9. 
  80. ^ Produced by Charlotte Buchen. "Sufism Under attack in Pakistan". The New York Times. Diarsipkan dari versi asli (video) tanggal 2018-12-26. Diakses tanggal May 21, 2012. 
  81. ^ Huma Imtiaz; Charlotte Buchen (06-01-2011). "The Islam That Hard-Liners Hate" (blog). The New York Times. Diakses tanggal 21-05-2012. 
  82. ^ Hazrat Sakhi Sultan, Mohammad Najib ur Rehman. Visiting Shrines of Sufi Saints. Sultan ul Faqr Publications Regd. ISBN 9789699795183. 
  83. ^ Qasmi, Ali Usman. "A mosque for Qurani Namaz". The Friday Times (dalam bahasa Inggris). XXIV (50). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-03-21. Diakses tanggal 06-11-2019. 
  84. ^ "Chapter 1: Religious Affiliation". The World's Muslim: Unity and Diversity (dalam bahasa Inggris). Pew Research Center. 09-08-2012. Diakses tanggal 06-11-2019. 
  85. ^ "The Holy Prophet Muhammad" (dalam bahasa Inggris). Ahmadiyya Muslim Community. Diakses tanggal 29-07-2009.